Tax holiday dan tax allowance

Menteri Keuangan telah mengumumkan pemberian insentif tax holiday ke 5 sektor, yaitu industri logam dasar, industri pengilangan minyak bumi atau kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi gas alam, industri permesinan, industri di bidang sumber daya terbarukan dan industri peralatan telekomunikasi.

Insentif tax holiday diberikan dalam bentuk pembebasan PPh badan selama minimal 5 tahun sejak operasi komersil. Diberikan kepada investor yang memenuhi investasi Rp 1 triliun dan dibidang yang pionir, bahkan insentif ini akan berlaku bagi investor yang sudah berinvestasi satu tahun lalu.

Sebelumnya pemerintah (Menkeu) juga berjanji akan  memperluas insentif tax allowance dengan merevisi PP No.62 tahun 2008. Dari sebanyak 215 sektor usaha yang diusulkan mendapat insentif pengurangan pajak atau tax allowance, pemerintah hanya menyetujui 128 bidang usaha.

Pada tax allowance fasilitas PPh yang diberikan adalah pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi yang dibebankan selama 6 tahun (masing-masing sebesar 5% per tahun), penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10%, dan kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun.

Sebenarnya apa sih tax holiday atau tax allowance itu ?

Used in the hopes of increasing the gross domestic product (GDP) in developing countries, tax holidays are a way in which governments attract foreign investors. Tax holidays are often put in place in particular industries to help promote growth. (www.investopedia.com)

A tax holiday is a temporary reduction or elimination of a tax. Programs may be referred to as tax abatements, tax subsidies, tax holidays, or tax reduction programs. Governments usually create tax holidays as incentives for business investment. In developing countries, governments sometimes reduce or eliminate corporate taxes for the purpose of attracting Foreign Direct Investment or stimulating growth in selected industries. (http://en.wikipedia.org/wiki/Tax_holiday)

Berdasarkan 2 sumber di atas, kata kunci tax holiday adalah  : reduction or elimination of a tax, temporary, as incentives for business investment. Bila demikian, tax allowance yang selalu diartikan oleh media massa nasional sebagai keringanan pajak atau tax reduction sebenarnya merupakan bagian dari tax holiday itu sendiri.

Tax allowance diterjemahkan sebagai keringanan/pengurangan pajak, dan tax holiday sebagai pembebasan pajak atau tax exemption. Dunia internasional menggunakan istilah tax holiday, termasuk untuk insentif keringanan pajak. Indonesia menggunakan istilah tax allowance mungkin karena alergi dengan kata tax holiday yang dianggap sebagai pembebasan pajak untuk investor asing yang sudah diharamkan oleh UU KUP baru.

Di negara maju seperti Amerika Serikat tax holiday bertujuan untuk ‘menghangatkan’ ekomoni, yaitu mendorong sisi demand konsumen sehingga tercipta creeping inflation. Obyeknya adalah sales tax (semacam PPN di perpajakan kita). Di setiap negara bagian Amerika Serikat biasanya ada program diskon sales tax di musim-musim tertentu. Pada musim tahun ajaran baru diadakan program diskon sales tax 10% untuk pembelian buku-buku, tas, seragam sekolah. Beda dengan di negara kita, yang ada adalah perang diskon harga barang di setiap pusat perbelanjaan, sedangkan PPN tetap 10% dari harga jual barang.

Di negara berkembang tax holiday merupakan insentif untuk direct foreign investment. Stimulus diberikan agar pemilik modal asing mau menanamkan modal besarnya pada sektor atau wilayah tertentu yang dipandang pemerintah tidak feasible secara bisnis. Tanpa itu, investor enggan menanamkan modalnya.

Sesuai dengan tujuannya, tidak ada yang salah dengan tax holiday. Pajak juga berfungsi sebagai regulerend, mendorong kebijakan pemerintah di sektor lainnya. Diharapkan insentif pajak tersebut dapat menjadi multiflier effect bagi pertimbuhan ekonomi yang ujung-ujungnya menjadi tax base juga.

Namun demikian, perlu dikritisi beberapa hal dalam mengeluarkan kebijakan tax holiday. Pertama, tepat sasaran. Tax holiday bukanlah suatu perang diskon dengan negara lain hanya karena tidak mau kalah angka-angka statistik invenstasi asing dengan negara lain.

 Kepala BKPM optimis target direct investment  akan tercapai dengan adanya Tax holiday. Tiga PMA dipastikan menunggu tax holiday ini untuk berinvestasi di Indonesia, salah satunya POSCO, perusahaan baja Korea Selatan. Mereka mengancam akan membatalkan investasinya di Indonesia bila kebijakan insentif pajak ini tidak juga terealisasi sampai dengan pertengahan tahun ini (detik.com).

Para pejabat lain di negeri ini juga berlomba-lomba meminta insentif pajak sebagai kebijakannya. Menteri Perdagangan pernah meminta penghapusan pajak eskpor CPO, Menteri Perikanan/Kelautan meminta penghapusan pajak impor/pembelian kapal, Menteri Perhubungan meminta keringanan pajak untuk perusahaan pelayaran dalam negeri (pemegang SIUPAL), BP Migas meminta pembebasan PPN Impor barang masterlist oleh KPS, Menteri Perindustrian meminta insentif PPN dan PPh 22 impor bahan mentah industri A, Menteri Pertanian meminta pembebasan PPN atas produk B, , Menteri C meminta pembebasan pajak untuk produk D, ……

Pajak bukan hanya dipandang sebagai beban oleh pengusaha, namun juga oleh pejabat negeri ini yang nota bene merupakan pemerintah. Kebijakan meminta fasilitas pajak merupakan kebijakan yang populis dan business friendly. Seolah-olah tidak ada lagi kebijakan atau solusi yang kreatif dan inovatif.

Jangan sampai insentif pajak tersebut menjadi ‘diskon’ bangsa ini kepada konglomerasi (asing) pemilik modal besar yang nyata-nyata menikmati sumber daya bangsa dengan pengorbanan seminimal mungkin. Prinsip ekonomi pasti diterapkan. multiflier effect atau trickle down effect pada jaman orba dapat menjadi janji manis kepada bangsa ini yang akan dilupakan setelah bisnis selesai.

Yang diperlukan adalah kualitas investasi asing untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa melalui aktivitas ekonomi. Ingat, pajak adalah hak bangsa ini dan juga merupakan harga diri bangsa bila melibatkan bangsa lain. Tax holiday haruslah opsi kebijakan terakhir.

Seorang manajer toko yang handal akan memandang diskon harga merupakan opsi terakhir untuk menghadapi persaingan pasar, setelah melakukan peningkatan kualitas barang, pelayanan, dan kenyamanan konsumen dianggap tidak membawa hasil. Demikian juga pemerintah seharusnya memandang tax holiday sebagai kebijakan terakhir. Indonesia sebagai capital importing country memiliki competitive advantage, yaitu sumber daya alam yang melimpah dan upah murah. Ditambah dengan kebijakan untuk menciptakan kepastian hukum, stabilitas politik, menekan high cost economy (istilah awamnya pungli, KKN), dan debirokratisasi yang menghambat bisnis, investor akan berbondong-bondong datang ke negeri ini tanpa iming-iming tax holiday.

Kedua, dasar hukum tax holiday haruslah jelas. Pajak dipungut harus berdasarkan UU, demikian juga insentif tax holiday haruslah diatur oleh setara UU. Paling tidak ada regelling dari UU kepada pemerintah (berbentuk PP atau PMK) untuk mengatur tax holiday ini.

Dalam salah satu situs berita bapak Agus Marto (Menkeu) pernah menyatakan bahwa tax holiday tidak dikenal di sistem perpajakan kita sekarang ini. Namun beliau akan mempelajari apakah ada celah untuk menerbitkan fasilitas ini.

Dasar hukum keringanan atau pengurangan pajak (dikenal sebagai tax allowance) sudah jelas, yaitu Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Kegiatan Penanaman Modal di Sektor usaha Tertentu dan Wilayah Tertentu. Revisi PP No. 62/2008 akan segera menyusul untuk memperluas cakupan sektor industri dan wilayah.

Yang menjadi masalah adalah dasar hukum pembebasan pajak (dikenal sebagai tax holiday). Selama ini selalu disebut-sebut tax holiday regime telah berakhir dengan diterbitkannya UU No. 7 tahun 1983 tentang PPh yang mulai berlaku efektif 1 Januari 1984.

Rezim tax holiday dulu pernah ada dalam sejarah perpajakan Indonesia dengan diterbitkannya UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing. Pada Pasal 15 dan 16 UU No. 1/1967 memang diatur tentang ‘pembebasan padjak perseroan’ dan ‘keringanan padjak perseroan’. Namun UU No. 11/1970 tentang Perubahan dan Tambahan UU No. 1/1967 mengubah Pasal 15 dan Pasal 16 dengan tidak mencamtumkan lagi ‘pembebasan padjak perseroan’. UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal kembali membuka fasilitas pembebasan dan pengurangan pajak, dengan wewenang regelling oleh Menkeu (berbentuk PMK).

Pasal 18 ayat (5) UU No. 25/2007 inilah yang dianggap sebagai dasar hukum pembebasan pajak. Apakah UU tentang penanaman modal dapat menjadi dasar hukum pembebasan pajak yang tidak diatur pada UU PPh?

UU PPh bersifat khusus tentang pajak (specialis) dan UU Penanaman Modal bersifat umum, sehingga berdasarkan asas lex specialis derogate legi generali, UU PPh akan me-overrule aturan pajak yang ada di UU Penaman Modal.

Ketika UU PPh yang bersifat spesialis hanya memberikan fasilitas pengurangan/keringanan PPh (tax allowance) maka berarti UU PPh tidak memberikan ruang kepada pembebasan pajak (tax holiday). General rule-nya laba usaha dikenakan PPh berdasarkan Pasal 4 UU PPh, exceptional-nya perusahaan di sektor industri dan wilayah tertentu diberikan keringanan pajak (tax allowance) berdasarkan Pasal 31A UU PPh. Tidak ada Exceptional untuk pembebasan pajak (tax holiday). Sepanjang tidak ada Exceptional maka General rule akan berlaku, bahwa laba perusahaan dikenakan PPh atau tidak ada fasilitas pembebasan pajak. Dengan demikian, UU Penanaman Modal tidak dapat menjadi dasar hukum pembebasan pajak (tax holiday) yang tidak diberikan oleh UU PPh.

Ternyata tax holiday ini masih meninggalkan beberapa pertanyaan.