Implikasi Pajak WP Pelayaran (Shipping) Asing

Perusahaan pelayaran asing adalah perusahaan pelayaran yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia dan memperoleh penghasilan (business profit/passive income) dari Indonesia (baik berbentuk BUT atau tidak).

Dalam melakukan aktivitasnya, perusahaan pelayaran asing menunjuk agen di dalam negeri, yaitu perusahaan pelayaran dalam negeri untuk mewakili kepentingannya dalam melakukan kegiatan di Indonesia.

Mengenai agen dan representative dalam peraturan perundang undangan nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 1999, seperti berikut :

a. Angkutan laut asing yang kapalnya melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri wajib menunjuk perusahaan angkutan nasional yang memenuhi persyaratan yang ditentukan sebagai agen umum. Persyaratan tersebut adalah harus memiliki kapal berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran sekurang-kurangnya GT 5000 kecuali untuk kapal angkutan laut lintas batas, memiliki agency aggrement atau letter appointment.

b. Perusahaan angkutan laut asing yang menyelenggarakan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilan di Indonesia dengan memenuhi perseyaratan yang ditentukan. Perwakilan di Indonesia hanya melakukan kegiatan pengurusan administrasi sebagai wakil dari pemilik kapal di luar negeri tetapi tidak boleh melakukan kegiatan keagenan.

Keagenan kapal merupakan hubungan antara pemilik kapal atau principal dengan salah satu pihak atau agen untuk melayani berbagai keperluan selama berlayar dan singgah di Indonesia.

Perusahaan pelayaran dalam negeri sebagai agen kapal asing diharuskan menyampaikan Pemberitahuan Keagenan Kapal Asing (PKKA) kepada Dit. Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Ditjen. Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan.

Implikasi Pajak:

Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 4,5% atas management/handling fee yang dibayarkan kepada agen

PPN dipungut oleh agen atas penyerahan jasa keagenan

Apabila agen tersebut memenuhi syarat sebagai Agen Tidak Bebas (Dependent Agent), sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh atau Pasal 5 ayat, maka terbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Perusahaan pelayaran dalam negeri sebagai BUT perusahaan pelayaran dalam negeri diharuskan mendaftarkan diri di KPP Pratama dimana agen tersebut berkedudukan.

Terbentuknya BUT karena adanya agen tidak bebas menimbulkan masalah tersendiri, karena besar kemungkinan tidak ada kehadiran secara fisik aktiva/staf/karyawan perusahaan asing yang diwakili di Indonesia.

Implikasi Pajak:

Sebagai BUT maka kewajiban pajak dipersamakan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Lainnya.

Timbul kewajiban withholding tax (PPh Pasal 21/23/26/4(2)) atas pembayaran kepada pihak ke-3

Jenis kegiatan usaha non charter shipping dapat dibagi menjadi :

Liner services

yaitu perusahaan pelayaran yang beroperasi sendiri mencari muatan, pada trayek yang tetap dan melayani secara tetap dengan freight yang tertentu.

Tramper

yaitu perusahaan pelayaran yang beroperasi pada trayek dan frekuensi yang tidak tetap, serta freight yang berdasarkan persetujuan antara pemilik kapal dan pemilik barang Tramp.

Feeder

yaitu : perusahaan pelayaran yang beroperasi dengan mengumpulkan muatan pada pelabuhan induk dari pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya atau sebaliknya.

Proses kegiatan jasa keagenan ini dimulai dengan adanya order dari shipper (pemilik barang) melaui agen, berdasarkan order tersebut pihak perusahaan menyesuaikan dengan jadwal keberangkatan kapal dan melakukan pengurusan dokumen ke intansi terkait, kemudian membuat nota kebagian EMKL/perusahaan freight forwarding untuk melakukan muat/bongkar.

Dalam melakukan kegiatan usaha pengangkutan barang milik pelanggan (shipper) ini, perusahaan kapal biasanya akan berhadapan perusahaan Freight Forwarding sebagai pihak yang mewakili shipper.

Freight Forwarding (Jasa Pengurusan Transportasi) adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara.

Implikasi Pajak:

Dipotong PPh Pasal 23 oleh shipper atas jasa perantara (Per 70/2007)

Pemotongan PPh Pasal 23/21/4(2) oleh freight forwarder atas item biaya obyek PPh Pasal 23

Tidak ada kewajiban pemotongan PPh Pasal 15 final oleh shipper/freight forwarder (SE- 32/PJ.4/1996) kepada liner/tramper

Masih belum jelas kewajiban pemilik barang/shipper atau freight forwarder untuk memotong PPh Pasal 26 terhadap liner/tramper bukan BUT

Terutang PPN atas penyerahan jasa freight forwarding kepada shipper (tidak termasuk reimbursement).

Perusahaan Pelayaran Asing melalui agennya akan menagih Ocean freight kepada shipper (melalui EMKL/Freight forwarding).

Ocean Freight adalah : Uang yang diminta oleh perusahaan pelayaran untuk kompensasi biaya atas jasa mengangkut barang. Ocean freight inilah yang jelas menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 15 final sebesar 2,64% sebagaimana diatur pada KMK 417/1996.

Pendapatan lainnya perusahaan pelayaran asing (melalui agen) yang ditagih kepada shipper :

a. THC (Terminal Handling Charges, yg ditagihkan bersama ocean freight)) – utk muatan container

b. BAF (Bunker Adjustment Factors) surcharge

c. Documents Fee – Ada yang Share dengan agen

d. Container demmurage/detention fee

Perlu penegasan apakah penghasilan lainnya ini termasuk dalam DPP PPh Pasal 15 final sebagaimana diatur pada KMK 417/1996, atau dikenakan PPh Pasal 17.

Pos Biaya Perusahaan Pelayaran Asing (dibayarkan melalui agen di Indonesia) :

Freight commissiondibayarkan kepada agen

Agency/call feedibayarkan kepada agen

Port Costsdibayarkan kepada PELINDO/Syahbandar:

Uang Labuh (Harbour dues)

Light dues

Uang Pandu (Pilotage)

Biaya Kapal Tunda (Tuggage/Towage)

Uang Tambatan (Dockage)

Cargo costs (melalui agent):

Uang Dermaga (Wharfage)

Sewa Penumpukan (Store rent)

OPP/OPT – Ongkos Pelabuhan Pemuatan/Tujuan (stevedorage)

Biaya bongkar / muat

Biaya Mekanik (forklift)

Biaya transhipment (biaya alih kapal)

Biaya2 dokumen Bea & Cukai

Vessel costs:

BBM

Sertifikasi

Crew wages

Biaya2 container di depo

Biaya sewa penumpukan (Store rent)

Lift-on/off charges – biaya menaikkan / menurunkan container ke/dari trailer

Biaya membersihkan container (Cleaning)

Drop-off fee (dibayar saat selesai sewa container)

On-hire fee (dibayar saat mulai sewa container)

Survey fee

Biaya administrasi (Document fee)

Bank Charges – untuk biaya transfer uang kepada principal

Biaya2 Kantor Perwakilan pada umumnya:

Sewa kantor

Gaji staffs

Pajak2

Pembelian asset IT

Pemeliharaan IT dan software

Biaya broadband connetion

Biaya perjalanan (travelling)

Biaya perjamuan (entertainment)

Implikasi Pajak:

Sebagai BUT maka kewajiban pajak dipersamakan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya, termasuk kewajiban withholding tax (PPh Pasal 21/23/26/4(2)) atas pos-pos biaya/pembayaran kepada pihak ke-3 yang merupakan obyek withholding tax.

Terutang PPh Pasal 15 final sebesar 2,64% (KMK 417/1996) dari nilai bruto jasa atau P3B mengatakan lain (hak pajak pada negara resident atau 50%).

PPh Pasal 15 final disetor sendiri oleh perusahaan pelayaran asing (melalui agennya), tidak dengan mekanisme withholding tax (SE- 32/PJ.4/1996).

Pemotongan PPh Pasal 21 atas gaji kru kapal dan karyawan administrasi kecuali Pasal 15 (employment) mengatakan lain.

PPN tidak terutang bila termasuk kategori angkutan umum laut (PP 144/2000).

Permasalahan Pajak :

BUT Pelayaran Asing dikenakan PPh Pasal 15 final sehingga tidak ada kewajiban melampirkan laporan keuangan pada SPT 1771 sehingga sulit bagi AR untuk mengetahui pos-pos biaya BUT yang merupakan obyek withholding tax.

But tidak melakukan kewajiban withholding tax dengan alasan biaya tidak menjadi beban BUT (tidak ada bukti pencatatan biaya) dan pembayaran dilakukan langsung oleh head office di luar negeri.

Bagaimana pengawasan pembayaran sendiri PPh Pasal 15 final terhadap liner/tramper asing yang belum terdaftar di KPP ?.

Masih belum jelas kewajiban pemilik barang/shipper atau freight forwarder untuk memotong PPh Pasal 26 terhadap liner/tramper bukan BUT.

41 thoughts on “Implikasi Pajak WP Pelayaran (Shipping) Asing

  1. Pak, mau nanya, saya bekerja di perusahaan asing (PMA), 95 % modal kami dari mother company di korea ,perusahaan kami begerak di bidang shipbuilding, semua FPSO, platform, dan kapal2 lainnya di bangun di korea. sedangkan kami yg di jakarta hanya mendesaign/ drawing atas FPSO, platform dkk itu.. lalu kita kirim hasil desaign tsb ke korea. yang saya ingin tanyakan, pajak apa yg berlaku untuk perusahaan kami yg ada di jakarta? PPN bagaimana? dan PPh bagaimana? ato ada kewajiban2 pajak yg lain? karena ini perusahaan baru berdiri utk cabang di indonesia. Mohon sarannya. thx

    • Klo kontrak anda dgn customer adalah shipbuilding maka omset anda minimal dari hasil penjualan kapal. Kewajiban PPh Pasal 25/29 sudah pasti, memungut PPN atas penjualan kapal dan withholding tax atas pembayaran imbalan jasa.
      Kecuali anda hanya sebagai perantara (jasa perdagangan), customer langsung (kontrak) membeli kpd parent coy di KOR. Omset anda dari jasa perdgg n jasa desain kapal. Wajib memungut PPN atas penyerahan jasa tersebut.

  2. Pak Rusdi Yanis ysh,

    mohon pencerahannya utk saya yang masih newbie di dunia pelayaran.
    1. dengan adanya uu no 17 tahun 2008/ asas cabotage, apakah angkutan dari dan ke luar negeri harus menggunakan bendera Indonesia, atau boleh juga bendera asing ? apakah aturan tersebut juga sama untuk kegiatan yang multidischarge di Indonesia. misal loading di malaysia bongkar di jakarta lalu bongkar lagi di surabaya. apakah wajib bendera indonesia atau boleh bendera asing?

    2. bagaimana dg pajak yang dikenakan terhadap perusahaan penyedia kapal asing tersebut ? pajak apa saja yang dikenakan ?

    Terimakasih atas pencerahannya.

    salam,
    rian

    • asas cabotage hanya berlaku utk pelayaran interinsuler, antar pulau di wilayah Indonesia.

      Secara umum, perusahaan pelayaran asing dikenakan PPh pasal 15 sebesar 2,64%. silakan baca posting saya ttg pelayaran asing

  3. Pingback: Implikasi Pajak WP Pelayaran (Shipping) Asing « PAJAK INDONESIA

  4. Dear P. Rusdi…
    Blognya sangat menarik…
    Mau tanya Pak.. perusahaan Freight and Forwarder , Jasa freight forwarder seperti yg bpk jelaskan di blog yg lalu. reimbursement (tagihan atas nama pihak ke-3) tidak termasuk DPP PPN. masih gelap untuk terbitkan invoicenya pak…
    semisal: PT. A gunakan jasa PT. B (Forwarder) unt kirim brg… tagiahan 100 jt sedangkan PT. B byr ke pihak ke tiga (reimbusment) 70 jt … untuk DPP kan 30 jt … pt. B mau terbitkan invoice ke PT. A 100 jt. contoh invoicenya bagaimana agar PT. A tdk tau bahwa belinya (reimbusement) 70 jt??… trus klu terbit 100 jt kan fakturnya dari 100 jt tersebut????… minta tlg ya pak perlu pencerahan…

    • Dear bu Ani,

      Hal inilah yg menjadi isu reimbursmen PPN pada jasa freight forwarding. aturan memang mensyaratkan demikian, sehingga akan diketahui shipper berapa fee sebenarnya yg diterima freight forwarder.

      Dulu ada wacana DPP PPN menggunakan deemed saja seperti agen tiket penerbangan, namun belum ada aturan baru.

  5. Dear Pak Rusdi,

    Ingin bertanya nich…jika ada perusahan dalam negri…dia merupakan Port Regulator tapi bukan perusahaan pelayaran dan mereka men-charge biaya Port Facility Service, Biaya Darmaga, Fee PBM….apakah itu subjeck PPh…jika iya, apakan PPh pasal 15 atau PPh pasal 23 (karena bukan perusahaan pelayaran).
    Trims.

    Regards,
    Herycson

    • Dear pak Herycson,

      PPh Pasal 15 terutang untuk jenis usaha tertentu, port facility service/jasa kepelabuhanan bukan salah satunya. Jasa kepelabuhanan juga bukan obyek PPh Pasal 23 karena tidak tercantum dalam positif lis PER-70/PJ./2007.

      Pertanyaan dapat dikembangkan lagi, apakah atas penyerahan jasa kepebuhanan terutang PPN?. Jasa kepelabuhanan tidak termasuk dalam negatif lis Pasal 4A UU PPN sehingga terutang PPN. Namun demikian, Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh kepada perusahaan pelayaran/nelayan/kepelabuhanan nasional diberikan fasilitas pembebasan PPN berdasarkan PP 38/2003. Jasa kepelabuhanan kepada kapal asing tetap terutang PPN.

      Semoga membantu

      • Dear Pak Rusdi,

        Terima kasih banyak atas jawabannya, itu sangat membantu. Namun sebagai masukan, untuk positif list PPh Pasal 23, peraturan yang terbaru mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan no. 244/PMK.03/2008.
        Terima kasih.

        Regards,
        Herycson

  6. Pa sya mau tanya apakah perusahaan Freight and Forwarder yang bapa di sebutkan diatas punya kewajiban memungut PPN dari Shiper pemilik barang , atau tidak, karena di sebutkan bahwa untuk jasa angkutan laut bukan Objek PPN. mohon pencerahan masih gelap

    • Dibedakan pak jasa angkutann laut umum yang diberikan perusahaan pelayaran dan jasa freight forwarding yang diberikan perush freight forwarder.

      Jasa freight forwarder tdk termasuk negative list obyek PPN cfm pasal 4A ayat (3) UU PPN shg terutang PPN. Namun demikian, reimbursement (tagihan atas nama pihak ke-3) tidak termasuk DPP PPN.

  7. Pa, saya mau tanya , kami sering menggunakan jasa agen kapal untuk pengiriman barang apakah kami harus memotong PPH pasal 23 tersebut, karena saya tidak menyewa keseluruhan dari kapal tersebut melainkan cuma mengirimkan barang , layaknya kita mengirimkan document melalui TIKI atau pun DHL karena setahu saya untuk jasa pengiriman barang melalui TIKI ataupun DHL tidak Kena PPH 23, mungkin dalam hal ini barang yg kami kirimkan lebih besar aja Volumenya . sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas bantuan dari bapak

    • Memang jasa freight forwarder (FF) tidak ada di positive list obyek PPh Pasal 23. Namun bila ada unsur jasa perantara di dalamnya maka jasa perantara tsb wajib dipotg PPh pasal 23 sebesar 2%.

  8. kerennnn nih blognya,

    saya mau tanya pak, saya dengar akhir2 ini perusahaan shipping akan dikenakan withholding tax? klo iya di dasarkan oleh peraturan yg mana?
    klo ingin impor kapal , pajak apa saja yang akan d kenakan?
    Thank

  9. kerennnn nih blognya,

    saya mau tanya pak, saya dengar akhir2 ini perusahaan shipping akan dikenakan withholding tax? klo iya di dasarkan oleh peraturan yg mana?
    klo ingin impor kapal , pajak apa saja yang akan d kenakan?
    Thanks u

    • klo ‘akan’ berarti belum ada peraturannya kan bu. Setahu sy aturan dlm posting sy msh berlaku.

      Utk impor kapal oleh pemilik SIUPAL dpt fasilitas pembebasan pajak. silahkan baca di postingan sy.

  10. Selamat siang pak Rusdi,

    Salut tuk pak Rusdi… blognya..informatif skali..Saya masih awam mengenai keagenan kapal asing..kalo boleh dibantu tuk info syarat 2 pembentukan satu perusahaan keagenan kapal asing…pak?

    Mohon pencerahannya…terima kasih ..

    • trims pak.
      utk menjadi agen kapal harus sebagai perush pelyr dalam negeri yg mempunyai SIUPAL dr kemenhub. salah satu syarat SIUPAL memiliki min 1 kapal sekian DWT laik laut. info lengkap hubg Kemenhub.

  11. Selamat Siang Pak..
    Saya ingin bertaanya tentang perusahaan pelayaran yang tidak memiliki SIUPAL..
    Apakah ttp dipotong PPh 15 sebesar 2%?
    Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih..

    • PPh Pasal 15 dgn turunannya berupa KMK 416/1996 berlaku utk perusahaan pelyr DN. Syarat perush Pelayaran DN adalah memiliki SIUPAL.Bila bukan pemilik SIUPAL berarti berlaku ketentuan PPh umum, dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dan menghitung kembali PPh Pasal 25/29.

  12. Siang Pak rusdi,
    saya mau nanya soal teori dan praktek ttg BUT pelayaran asing.
    1.Sebenarmya apa bedanya BUT Pelayaran asing yang terdaftar di KPP Badora dengan agen yang terdaftar di KPP setempat (pratama atau madya)
    2.Apa efek berlakunya asas cabotage dalam perusahaan pelayaran asing?apakah BUT menjadi hilang dan transaksi dengan perusahaan pelayaran asing menjadi tidak ada sama sekali untuk perairan domestik digantikan dengan perusahaan pelayaran nasional semua?kapan dispensasi asas cabotage itu tidak berlaku lagi utk pengangkutan migas, apakah 2010 ini sudah harus berganti bendera atau baru tahun 2011?
    3. Apa efeknya berlakunya SE-47/PJ./2008 tentang Pencabutan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan Surat Penegasan tentang Penggunaan Metode Q.Q. pada Faktur Pajak Standar terhadap transaksi yang dilakukan BUT Pelayaran asing?
    4.Mohon penjelasannya mengenai FPSO (Floating Production Storage Offloading) vessel, Semi Submersible Transshipper (SST) batubara dan Floating Loading Facilities (FLF) batubara, maupun FSO?
    5.Bagaimana sistem kepengurusan BUT Pelayaran asing?apakah mempunyai direktur dan struktur organisasi?

    Terima kasih banyak pak,saya lagi membuat tulisan tentang BUT pelayaran asing..terima kasih

    • Luar biasa pertanyaannya, sgt detil 🙂

      1. Tidak ada perbedaan, sekarang Badora tidak lagi sbg entry point BUT. WP BUT lama dan beromset besar masih di Badora.
      2. Arahnya memang demikian, BUT kapal akan hilang kecuali utk spesifikasi tertentu utk migas yg masih dpt dispensasi s/d thn 2011 klo tdk salah.
      Klo tidak salah asas cabotage berlaku utk pelayaran intrainsuler (antar pelabuhan di DN), namun prakteknya utk jalur internasional pun jg diminta berbendera Indonesia.
      3. Secara formal (kontrak) jasa angkutan diserahkan oleh perush pelayaran DN walaupun faktanya kapal dan awaknya milik BUT dan perush pelyrd DN hanya sebagai perantara/agen. Ocean freight akan diklaim milik perush pelyrn DN namun sayangnya PPh atas penyerahan jasa dari BUT sbg pemilik kapal ke perush pelyrn DN (bareboat atau fully manned basis) cenderung hilang. Dari sisi PPh akan terjadi potential loss PPh pasal 15 = 1,44% dr transaksi (2,64%-1,2%).
      4. istilah kapal tsb dpt digoogling
      5. BUT kapal biasanyan BUT independent agent, dimana secara fisik adalah perush pelayaran lokal. Penunjukkan sbg agent biasanya menggunakan letter of appointment kpd salah seorang pengurus perush lokal tsb, dengan demikian pengurus perush lokal tsb sudah mempunyai cukup wewenang mewakili prinsipal dlm menjalankan hak dan kewajb pajk. Struktur organisasi ? ….. tarik saja garis dari organisasi di LN ke salah seorang pengurus perush lokal sbg salah satu bagian strukturnya di Indonesia.

      sy tunggu tulisan BUT pelayarannya.

  13. Hallo Pak Rusdi,

    Ikutan bertanya mengenai BUT Pelayaran :
    1. apakah berbeda agent harus berbeda NPWP ?
    kalau iya sangat cost of administration sekali…
    2. apabila BUT tsb mempunyai kantor sendiri aakah harus memiliki NPWP sendiri ? mengingat transaksi tidak hanya yang berhubungan dgn agent ?

    Mohon pencerahannya pak, terima kasih

    • Dependent agent (agen tidak bebas) menimbulkan BUT (pasal 2 ayat 4 huruf n UU PPh). Setiap BUT diberikan NPWP dan hak serta kewajiban BUT tsb dijalankan oleh agen tsb (walupun secara fisik sebenarnya entitas perusahaan lain).

      Berganti agen tentu berganti NPWP karena agent yg baru tidak akan mempertanggung jwbkan pelaksanaan kewajiban BUT yg dijalankan oleh agen yg lama.

      BUT dpt timbul karena penunjukkan dependent agent atau adanya kedudukan manajemen, cabang, kantor perwakilan, atau gedung kantor (Psl 2 ayat 5 UU PPh).

      Bila sudah ada kantor perwakilan/cabang maka agen yg ditunjuk hanyalah agen bebas yg tidak berhak mewakili prinsipal. Dengan demikian hak kewajiban BUT dijalankan oleh kantor perwakilan/cabang tsb dan diwajibkan ber-NPWP. Sedangkan agen bebas lawan transaksi tidak ber-NPWP BUT tetapi akan dipotong PPh Pasal 23 oleh BUT kantor perwakilan tsb.

  14. trimakasih atas blog nya yg informatif, boleh diskusi sedikit, bila kita membayar ocean fright kepada perushaaan pelayaran asing untuk rute angkutan dari Luar negeri ke Indonesia, dan mereka tidak punya perwakilan/agen atau BUT yg sdh terdaftar di Indonesia, berapakah tarif PPh yg harus dipotong? pemeriksa pajak mengenakan 20% psl 26 dan kalau ada SKD bisa turun sesuai P3B 50% nya jadi 10%.

    Kami selama ini tidak memotong krn alasan rute Inbound bukan obyek pajak. Dan setahu kami mereka tidak melayani rute domestik maupun outbond.

    apakah seharusnya kena PPh psl 15 yg 2.64% ? pemeriksa tidak mau pakai 2.64% dengan alasan tidak punya NPWP, krn KMK 417 & SE nya merujukkan adanya BUT.

    terimakasih sudah menyediakan forum diskusi yg menarik!
    salam

    • Maaf pak, kelewatan saya menanggapinya.

      KMK 417/1996 utk BUT memang mempunyai ‘cacat’ yaitu tidak mengatur kegiatan ‘menjemput’ dari LN ke Ind. Padahal selama BUT tsb memberikan jasa angkutan dan sumber penghasilan (Yg menerima jasa dan membayar penghasilan) di Indonesia maka tdk ada alasan bukan obyek PPh BUT.

      Sayangnya ‘cacat’ tsb dipertegas dlm SE-32/1996, padahal Pasal 5 ayat (2) UU PPh jelas2 menyatakan obyek PPh BUT adalah penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT. Seharusnya termasuk kegiatan ‘mengantar’ atau ‘menjemput’ yg dilakukan oleh BUT, selama sumber penghslnya dr Indonesia.

      Psl 15 UU PPh dan KMK 417 beserta juklaknya memang hanya utk BUT, WPLN non BUT dikenakan PPh Pasal 26.

      PPh Pasal 26 terutang atas peghsl yg dibayarkan/terutang kpd WP LN Non BUT. Tidak diperhatikan jalur kapalnya.

    • Bila employer (perush pelayaran) berasal dari treaty partner country maka as pasal 8 P3B hak pemajakan hanya utk negara di mana efektif manajemen berada. bila efektif manajenm bukan di Indonesia, tdk ada pengenaan pph atas crew asing tsb.

      Bila employer (perush pelayaran) berasal dr Indonesia, berlaku pasal 21/26 UU PPh.

  15. Sbg kantor perwakilan (representative office) lebih tepat, krn agen kapal hrs punya SIUPAL. lalu rep off ini kembali menunjuk pemegang siupal sbg agen kapal asing. Rep Off ini seharusnya berNPWP utk melaksanakan kewjb pajak prinsipal LN dlm memotong PPh pasal 21 kru kapal, PPh Pasal 23 jasa keagenan/teknik/manajemen (yg dibyrkan kpd port agent), atau setor PPh Pasal 15 atas ocean freight.

    port charges = jasa kepelabuhanan ?. Bukan obyek pemotongan PPh Pasal 23 namun dikenakan PPN oleh pihak pelabuhan krn kapal asing.

  16. SIUJPT adalah Surat Izin Usaha Jasa Perusahaan Transportasi (forwarding license). Apakah perusahaan dgn SIUJPT bisa ditunjuk oleh perusahaan asing menjadi agen di Indonesia. Lalu kemudian perusahaan forwarding ini menunjuk lagi perusahaan yg mempunyai SIUPAL. Lalu bagaimana dgn kewajiban pajaknya? Port CHarges sepertinya tidak kena pajak ya pak?
    Mohon maaf bila banyak bertanya. Terima kasih.

  17. SIUJPT itu apa ya ?. Syarat agen kapal asing memiliki SIUPAL adl aturan Dephub bukan DJP. Aturan dephub memperbolehkan prinsipal di LN yg melakukan kegt berkesinambungan di Indonesia membentuk representative office, bukan agen. Lalu perwakilan ini menunjuk lagi agen utk mengurus kapal asing tsb.

    Bagi DJP, rep. off or dependent agent tidak masalah. substansi kegiatannya lah yg menentukan kewjiban pajak yg timbul. Walau bukan sbg agen kapal, rep. off pun juga seharusnya menjadi WP dgn ber-NPWP. Berkewajiban withholding tax PPh Pasal 21/23/4(2)/26 atas pembayaran yg merupakan penghasilan bagi pihak lain (gaji kru kapal, jasa teknik, keagenan, konsultan, dll). Dan/atau setor PPh Pasal 15 atas ocean freight bila ‘diijinkan’ oleh tax treaty.

  18. terimakasih pak. saya cuman mau tanya apakah bisa suatu perusahaan yg hanya memiliki SIUJPT menjadi keagenan kapal asing tanpa ada siupal. lalu perusahaan ini menunjuk satu perusahaan lagi yg memiliki siupal utk pengurusan vessel husbandary dll di pelabuhan. lalu bagaimana dengan pelaporan pajaknya karena yg melakukan pembayaran port charges di pelabuhan adalah perusahaan yg tidak memiliki siupal tsb.
    mohon penjelasannya. terimakasih sebelumnya.

  19. mba’ efa qta diskusi di blog ini saja. that’s why i make this humble blog, in order to share or expand our knowlegde

  20. saya tertarik dengan tulisan bapak dan ingin bertanya lebih lanjut mengenai keagenan kapal asing… apakah saya bisa menghubungi bapak?

    terimakasih

  21. Aturan Dephub menyatakan agen kapal (asing) haruslah perushaan pelayaran DN. Syarat sbg perush pelayaran DN adl mempunyai SIUPAL. Jd agen kapal seharusnya pasti punya SIUPAL (walau prakteknya bisa beda).

    Tidak ada aturan pajak yg menyatakan pemegang SIUPAL bebas pajak, krn itu berarti semua perush pelyr DN bebas pajak. Aturan yg ada adl bila angkutan umum laut maka tdk terutg PPN, atau kegiatan operasional murni di luar daerah pabean. Pemegang SIUPAL juga bebas PPN sewa kapal, impor/pembelian kapal, dan jasa kepelabuhanan.

  22. ada yang bisa bantu? saya punya pertanyaan bagaimana pemberlakuan PPH atas jasa keagenan dengan adanya SIUPAL, saya dengar jika sudah ada SIUPAL maka usaha angkutan laut terbebas dari segala macam pajak PPn maupun PPh.
    please share info!!!
    terima kasih.

  23. wah…wah…wah… kok ga kepikiran bikin wordpress ya. anyway aku cuman majang foto2 ama posting hal2 kecil di MP ku.
    mantep jg nih blognya mas rusdi. ada jg blog yg masuk urutan teratas kalo search peraturan perpajaka, punya si safrianto, ar pma 1. btw, ar kalibata mantep2 deh. ajarin gw nulis dunk mas…

Leave a reply to Rusdi Yanis Cancel reply